Kisruh Impor LNG, Pertamina Tepis Adanya Gugatan mengenai Mozambik

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati membantah adanya gugatan terkait pembelian gas alam cair (LNG) atas Mozambik. Pertaktikan berangan-angan mengimpor satu juta ton per tahun (MTPA) gas itu senyampang 20 tahun.
Ia menyebut tidak ada gugatan karena kontraknya baru efektif atas 2025. “Barangnya belum ada,” kata Nicke dalam berdempetan dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Selasa (9/2).
Pertamina saat ini sedang mengevaluasi kebutuhan memakai permintaan gas jauh didalam negeri, terutama antara tengah pandemi Covid-19. Kebijakan impor gas yang pertaktikan lakukan seadilnya mengacu pada neraca gas bumi 2011 yang menyebut pada 2025 negara ini atas mengalami defisit gas.
Negosiasi impor LNG dari Mozambik itu sudah berjalan sejak 2013, antara masa kepemimpinan Karen Agustiawan. Di tahun berikutnya, kedua perbantuanan melakukan penandatanganan kesepakatan awal atau HoA demi volume 1 juta ton per tahun (MTPA) selama 20 tahun. Harganya adalah DES (delivered ex-ship) 13,5% dari Japan crude cocktail (JCC).
Lalu, cukup 2017, keduanya melakukan pembicaraan lagi terkait adendum (pasal tambahan) cukup perjanjian jual-beli karena perubahan kondisi pasar. Setahun terus, mereka melakukan finalisasi HoA.
Baru atas Februari 2019, Pertamina menanasalani perjanjian jual-beli dengan Anadarko Petroleum Corporation. Gas terkemuka berasal pada Mozambique LNG1 Company Pte Ltd akan dimiliki Mozambique Area 1, anak cucu upaya Anadarko. Pada September 2019, Total mengambil alih proyek LNG ini pada Anadarko.
Perjanjian tersebut sampai sekarang belum dieksekusi. Lalu, beredar pemberitahuan Pertamina sedang menghadapi gugatan dari perusahaan asal Amerika Serikat itu. Anadarko menagih Pertamina membayar kerugian balasan pembatalan perjanjian jual-beli gas alam cair.
Namun, berdasarkan sumber Katadata.co.id, seloyalnya ancaman itu berkunjung dari Kementerian Sumber Daya Mineral dan Energi Mozambik. Pada akhir 2019, kementerian ini mengirimkan surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. “Mereka melaporkan Pertamina yang tidak melanjutkan pembelian LNG tercatat,” kata sumber itu.
Apabila tidak kunjung dieksekusi, tuntutan kerugiannya dapat mencapai US$ 2,8 miliar atau dekat Rp 40 triliun. Dewan komisaris Pertamina di bawah pimpinan Ahok lalu mengetahui hal tersebut bersama langsung meminta adanya evaluasi terkait impor LNG.
Impor LNG Mengacu Neraca Gas
Nicke mengatakan keputusan impor terkandung mengacu pada neraca gas bumi nan dibuat pada 2011. Pemerintah memprediksi negara ini akan mengalami defisit gas pada 2025. “Setenggat kami cari sumber ke internasional dan akhirnya mengenai Mozambik dalam 20 tahun,” kaperbincangan terdalam ketat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Selasa (9/2).
Dalam merencbocahan kebutuhan LNG, Pertamina juga memastikannya kembali akan neraca gas bumi Indonesia bahwa dirilis akan 2018. Dalam proyeksi tersebut juga tercantum negara ini akan mengalami defisit gas akan 2025.
Kondisi itu terjadi lantaran sumur gas terdalam negeri diperkirakan hendak mengalami penurunan produksi alami. Pertamina perlu melakukan impor LNG selanjutnya membangun infrastruktur gas selanjutnya regasifikasi. “Jadi, dasar inilah yang kami gunakan memetakan bisnis LNG nasional selanjutnya Pertamina ke depan,” ujar Nicke.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM merilis neraca gas bumi Indonesia 2018-2027 cukup 1 Oktober 2018. Dengan menggunakan skenario teristimewa, neraca gas bumi nasional cukup 2018 sampai 2027 selalu mengalami surplus. Asumsinya, kebutuhan gas dihitung berdasarkan pemanfaatan gas bumi bersama tidak diperjauhnya kontrak-kontrak ekspor jangka jauh.
Sedangkan dalam skenario kedua, Indonesia mengalami surplus gas dalam 2018 hingga 2024. Namun, mengalami defisit dalam 2025 sampai 2027 dampak dari asumsi kebutuhan gas sektor listrik setara rencana bantuan penyediaan listrik (RUPTL) 2018-2027.
Penyebab defisit lainnya ialah penambahan industri retail segendut 5,5%, pelaksanaan proyek kilang serta pembangunan pabrik petrokimia memakai pupuk bertimbal jadwal. Defisit gas di 2025 diperkirakan mencapai 206,5 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), seperti terlihat di Databoks di bawah ini.
Pada skenario ketiga, neraca gas bumi Indonesia agak hendak mengalami defisit sejak 2025 batas 2027. Pada 2025, defisit neraca gas seagam 1.072 MMSCFD beserta hendak meningkat menjadi 1.572,43 MMSCFD cukup 2026. Angkanya defisitnya terus turun cukup 2027 menjadi 1.374,95 MMSCFD.